Jurnalisme Perdamaian |
Akhir-akhir ini dunia jurnalisme mengalami kemunduran 20 tahunan karena mereka sarat keberpihakan politik kepada salah satu kandidat capres 2014. Roh Independensi dan pemersatu bangsa mulai luntur karena sang pemilik media jurnalistik sedang asyik bermain politik dengan kandidat capres dan parahnya lagi awak media yang notabene sebagai kulinya (julukan wartawan kuli tinta) berhasil dibawa ke sana. Kita maklum jika awak media harus rela ditarik-tarik karena demi mengepulnya dapur keluarganya.
Sebut saja Surya Paloh pemilik Media Grup ada Koran Media Indonesia, MetroTV. Surya Paloh sebagai Ketum Partai NasDem bermitra koalisi dengan pencapresan Jokowi-JK. TVOne yang dimiliki oleh Abu Rizal Bakrie, sang Ketum Partai Golkar dan pemilik PT Lapindo Brantas ini yang berkoalisi dengan Capres Prabowo-Hatta. MNC Grup dengan sang empunya Harry Tanusudibyo yang pernah menclok di dua partai berbeda (Nasdem dan Hanura) dalam kurun waktu dua tahun, dia punya dua media TV sekaligus dan satu media tabloid Koran Sindo juga pendukung Capres Prabowo-Hatta.
Berita demi berita yang mereka rilis kontennya ya itu-itu melulu, tak lepas dari kampanye, elektabilitas, hasil survey, acara capres sowan ke tokoh-tokoh. Keberpihakan mereka sangat kentara sekali, seperti anak kecil yang suka "jothakan", ngrasani ke mana-mana kalau kubu lawan nggak ada baiknya sama sekali, sedangkan kubunya sendiri diberitakan survey dan elektabilitasnya naik dan naik terus.
Harusnya mereka sadar bahwa media yang mereka miliki adalah sebuah industri informasi yang kehidupannya digerakkan sebagian dengan dana masyarakat. Saat inilah fase dimana mereka sadar atau tak sadar telah meruntuhkan kebudayaan informasi yang telah lama dijalin oleh insan-insan jurnalis sejati dari masa ke masa.
Saat kendaraan politik mereka tak mampu membawanya ke tampuk kekuasaan, akhirnya mereka gunakan media jurnalistik untuk ke sana.
0 Response to "Jurnalisme Keberpihakan"
Posting Komentar